Contoh Teks Anekdot dan Strukturnya
Presiden Indonesia ‘Gila’
Suatu waktu, dalam kunjungannya ke
Amerika Serikat, Presiden Indonesia keempat terlibat obrolan ringan dengan
Presiden Amerika di Gedung Putih. Presiden Indonesia kemudian bercerita tentang
presiden-presiden yang pernah menjabat di Indonesia.
“Presiden-presiden di Indonesia itu
gila semua.”, celetuk Sang Presiden RI.
“Kenapa Anda bicara seperti itu? Bisa
tolong Anda jelaskan.”, Sang Presiden AS bertanya tidak mengerti.
“Ya, presiden pertama kami gila
wanita. Kemudian presiden kedua gila harta. Lalu presiden yang menjabat sebelum
saya, dia gila teknologi.”
“Lalu bagaimana dengan Anda sendiri
yang menjabat sebagai presiden saat ini?”, Presiden AS bertanya.
Presiden RI pun menjawab sembari
tertawa, “Kalau sekarang, yang gila ya yang milih saya”
Cerita di atas merupakan salah
satu contoh teks anekdot. Teks anekdot ini menyoroti tentang kejadian
terpilihnya Presiden RI yang keempat, yakni K.H. Abdurrahman Wahid. Kala itu
terpilihnya Gusdur, cukup membuat perdebatan, mengingat kondisi kesehatan fisik
dari Gusdur, di mana salah satu persyaratan menjadi presiden adalah “sehat
jasmani dan rohani”. Jika dilihat dari strukturnya, maka teks anekdot di atas
dapat dijabarkan sebagai berikut:
·
Abstraksi :
Suatu waktu, dalam kunjungannya ke
Amerika Serikat, Presiden Indonesia keempat tengah terlibat obrolan
ringan dengan Presiden Amerika di Gedung Putih.
·
Orientasi :
Presiden Indonesia kemudian bercerita
tentang presiden-presiden yang pernah menjabat di Indonesia.
·
Krisis :
Presiden RI berkata,
“Presiden-presiden di Indonesia itu gila semua.”
·
Reaksi :
“Kenapa Anda bicara seperti itu? Bisa
tolong Anda jelaskan.”, Sang Presiden AS bertanya tidak mengerti. “Ya, presiden
pertama kami gila wanita. Kemudian presiden kedua gila harta. Lalu presiden
yang menjabat sebelum saya, dia gila teknologi.”. “Lalu bagaimana dengan Anda
sendiri yang menjabat sebagai presiden saat ini?”, Presiden AS bertanya.
·
Koda :
Presiden RI pun menjawab sembari
tertawa, “Kalau sekarang, yang gila ya yang milih saya
Tukang Roti
Di suatu hari,
datang tukang roti yang melalui depan rumah, kemudian teman ane si enggal
memanggil dia. Tak lama, datanglah tukang roti itu mendekati kita yang sedang
istrirahat santai di taman depan rumah.
Enggar :
“Adanya Roti jenis apa saja bang ?”
Tukang Roti :
“Bisa bermacam maca, dek.”
Enggar : “Terus
bang, roti ini apa yah rasanya ?”
Tukang Roti :
“Roti ini coklat dek rasanya.”
Enggar : “Kalo
roti ini rasa apa bang ?”
Tukang Roti :
“roti rasa strawberry dek.”
Enggar : “kalo
ini rasa apa bang ?”
Tukang Roti :
“ini rasa nanas dek.”
Enggar : “Loh,
terus mana rotinya bang ? sejak tadi mulu bicaranya buah-buahan terus ?
memangnya abang jual apa sih, roti atau buah ? Jika kaya begini ane gak jadi
jadi beli bang”
Tukang Roti :
*Hening*
Dalam sekejab
si tukang jual roti tersebut pingsan mendadak.
Struktur
Bagian-Bagian dari Teks Anekdot berjudul Tukang Roti :
- Abstraksi : Di suatu hari,
datang tukang roti yang melalui depan rumah,
- Orientasi : kemudian teman ane
si enggal memanggil dia
- Krisis : “Loh, terus mana
rotinya bang ? sejak tadi mulu bicaranya buah-buahan terus ? memangnya
abang jual apa sih, roti atau buah ? Jika kaya begini ane gak jadi jadi
beli bang”
- Reaksi : *Hening*
- Koda : Dalam sekejab si tukang
jual roti tersebut pingsan mendadak.
Kesetrika
di suatu pagi
yang masih cerah, muncul sesosok laki-laki yang sedang ke rumah sakit karena
kedua buah telinganya lagi kena luka bakar.
Doker : “looh,
ada apa yang terjadi dengan telinga anda pak?”
Pasien :
“begini dokter ceritanya, sebelumnya saya lagi menyetrika baju, nah, ketika
saya lagi menyetrika baju, secara mendadak telpon saya bunyi dan
mendering. Sebab reflek, akhirnya ketika saat itu saya lagi memegang setrika,
langsung saja saya tempelkan ke telinga kiri saya dok.”
Dokter : “oh,
begitu toh ceritanya, saya mengerti keluhan bapak, kemudian untuk telinga
bapak yang sebelah kanan itu apa yang terjadi?”
Pasien : “Nah
ini dia masalahnya dokter, si bego tersebut kembali menelpon.”
Bagian-Bagian
Struktur dari Teks Anekdot Kesetrika :
- Abstraksi : Di suatu pagi yang
cerah
- Orientasi : muncul sesosok
laki-laki yang sedang ke rumah sakit karena kedua buah telinganya lagi
kena luka bakar.
- Krisis : “begini dokter
ceritanya, sebelumnya saya lagi menyetrika baju, nah, ketika saya lagi
menyetrika baju, secara mendadak telpon saya bunyi dan mendering.
Sebab reflek, akhirnya ketika saat itu saya lagi memegang setrika,
langsung saja saya tempelkan ke telinga kiri saya dok”
- Reaksi : “oh, begitu toh
ceritanya, saya mengerti keluhan bapak, kemudian untuk telinga bapak
yang sebelah kanan itu apa yang terjadi?”
- Koda : “Nah ini dia masalahnya
dokter, si bego tersebut kembali menelpon.”
Bodrex
Suatu hari di bulan puasa, seorang
kakek tiba-tiba merasa pusing di kepalanya. Sang kakek pun langsung meminum
obat Bodrex yang ada di lemari untuk
meredakan sakit kepalanya. Cucunya yang melihat kejadian tersebut kemudian
bertanya, “Kakek kan sedang puasa, kenapa kakek malah minum obat?”. Dengan
tampang tak berdosa, sang kakek menjawab sekenanya, “Itukan obat Bodrex, bisa diminum kapan aja.”
Cerita di atas merupakan contoh teks
anekdot. Teks anekdot ini mencoba membahas tentang tagline dari salah satu merek obat, Bodrex. Tagline “Dapat diminum kapan saja” sebenarnya memiliki arti obat ini dapat
diminum sebelum maupun sesudah makan. Namun, pada teks itu sengaja
disalahtafsirkan untuk menampilkan unsur humor di dalamnya. Jika dilihat dari
strukturnya, maka teks anekdot di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:
·
Abstraksi : Suatu hari di bulan
puasa.
·
Orientasi : Seorang kakek tiba-tiba
merasa pusing di kepalanya.
·
Krisis : Sang kakek pun langsung
meminum obat Bodrex yang ada di lemari untuk meredakan sakit
kepalanya.
·
Reaksi : Cucunya yang melihat
kejadian tersebut kemudian bertanya, “Kakek kan sedang puasa, kenapa kakek
malah minum obat?”.
·
Koda : Dengan tampang tak berdosa,
sang kakek menjawab sekenanya, “Itukan obat Bodrex, bisa diminum kapan aja.”
·
Sekolah ‘Bertarif’ Internasional
Di sebuah sekolah, terlihat seorang guru tengah mengajar di sebuah ruang
kelas. Sofa merupakan salah satu murid di kelas tersebut.
“Sebelum mengakhiri pelajaran, ibu guru akan memberikan sedikit
pengumuman.”, sontak terdengar riuh tanda protes dari murid-murid.
“Tenang-tenang!”, sang guru kembali mengambil alih keadaan. “Ada kabar
gembira, mulai pelajaran tahun depan, sekolah kita akan menjadi SBI.”. Kelas
pun kembali riuh setelah mendengar pengumuman dari sang guru.
“Berarti sekolah kita bakal jadi sekolah bertaraf internasional, Bu?”,
tanya seorang murid.
“Benar sekali. Seiring meningkatnya taraf sekolah kita, kita juga harus
mempersiapkan hal-hal untuk meningkatkan kapabilitas kita, baik itu dari staf
pengajar maupun dari siswa-siswinya. Kira-kira menurut kalian apa saja yang
harus kita persiapkan?”, sang guru melemparkan pertanyaan ke murid-muridnya.
“Kemampuan bahasa Inggris, Bu. Karena kalau sekolah kita menjadi SBI, maka
bahasa pengantar sehari-harinya menjadi bahasa Inggris, Bu.”, sahut salah
seorang murid.
“Ya, benar sekali. Ada lagi yang menambahkan?”
“Harus nyiapin uang lebih banyak, Bu.”, celetuk Sofa dari baris belakang.
“Apa maksud kamu, Sofa?”, sang guru heran dengan jawaban muridnya.
“Ya iya, Bu. Kita harus mempersiapkan uang bayaran lebih banyak. Karena
kalau sekolah kita jadi SBI bukan cuma tarafnya yang internasional, tapi
‘tarifnya’ juga internasional.”
Tawa pun pecah di seluruh ruang kelas, sang guru pun hanya bisa
menggelengkan kepala menanggapi jawaban salah satu muridnya.
Cerita di atas merupakan salah satu
contoh teks anekdot. Teks anekdot tersebut mencoba mengkritisi kebijakan
sekolah bertaraf internasional yang beberapa waktu lalu sempat diterapkan di
beberapa sekolah di dalam negeri. Kebijakan tersebut menjadi polemik karena
dianggap membeda-bedakan kelas antar satu golongan murid dengan yang lainnya.
Selain itu kebijakan sekolah bertaraf internasional juga dianggap sebagai ajang
untuk meminta bayaran yang lebih tinggi dari para wali murid. Jika dilihat dari
strukturnya, maka teks anekdot di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:
·
Abstraksi :
Di sebuah sekolah, terlihat seorang
guru tengah sebuah ruang kelas. Sofa merupakan salah satu murid di kelas
tersebut.
·
Orientasi :
“Sebelum mengakhiri pelajaran, ibu
guru akan memberikan sedikit pengumuman.”, sontak terdengar riuh tanda protes
dari murid-murid.
·
Krisis :
“Ada kabar gembira, mulai pelajaran
tahun depan, sekolah kita akan menjadi SBI.”
·
Reaksi :
“Benar sekali. Seiring meningkatnya
taraf sekolah kita, kita juga harus mempersiapkan hal-hal untuk meningkatkan
kapabilitas kita, baik itu dari staf pengajar maupun dari siswa-siswinya.
Kira-kira menurut kalian apa saja yang harus kita persiapkan?”, sang guru
melemparkan pertanyaan ke murid-muridnya.
“Harus nyiapin uang lebih banyak,
Bu.”, celetuk Sofa dari baris belakang.
“Apa maksud kamu, Sofa?”, sang guru
heran dengan jawaban muridnya.
·
Koda :
“Ya iya, Bu. Kita harus mempersiapkan
uang bayaran lebih banyak. Karena kalau sekolah kita jadi SBI bukan cuma
tarafnya yang internasional, tapi ‘tarifnya’ juga internasional.”Tawa pun pecah
di seluruh ruang kelas, sang guru pun hanya bisa menggelengkan kepala
menanggapi jawaban salah satu muridnya.
‘Ujung – Ujungnya Duit’
Di suatu kelas tengah berlangsung pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Terlihat sang guru tengah menerangkan dengan semangat.
“Seperti yang dulu pernah diterangkan sewaktu SMP, Undang-Undang Dasar kita
telah berubah beberapa kali mengikuti kondisi masyarakat Indonesia di zamannya.
Namun, meski begitu, UUD 1945 tetap menjadi acuan semua peraturan yang berlaku
di Indonesia dari dulu hingga sekarang. Dengan kata lain, semua peraturan di
Indonesia diatur dalam UUD 1945.”, sang guru memandang ke sekeliling kelas,
nampak seorang murid tertidur di bangku belakang.
“Tono, coba kamu jelaskan tentang perubahan UUD selama ini dan apa yang
dimaksud semua peraturan diatur dalam UUD!”, sang guru setengah berteriak
membangunkan.
Yang dimaksud Tono terbangun karena sikutan teman sebangkunya, “Saya,
Pak?”, jawabnya masih setengah tertidur.
“Iya coba kamu jelaskan tentang perubahan UUD selama ini dan apa yang
dimaksud semua peraturan diatur dalam UUD!”, sang guru mengulangi
pertanyaannya.
“Saya tidak tahu pak tentang perubahan UUD.”,jawabnya asal. “Tapi saya bisa
jelaskan mengapa semua peraturan diatur dalam UUD.”
“Maksud kamu? Coba jelaskan!”
“Kenapa semua peraturan diatur dalam UUD ya karena semua peraturan di
Indonesia UUD alias ujung-ujungnya duit.”
Sontak suasana kelas pun menjadi ramai. Seluruh penghuni kelas tersebut,
tak terkecuali sang guru tertawa mendengar celetukan Tono.
Cerita di atas merupakan salah satu
contoh teks anekdot. Teks anekdot tersebut mencoba mengangkat fenomena yang
sering terjadi di lembaga perwakilan rakyat yang merumuskan perundang-undangan.
Undang-undang sering kali tidak lagi memperhatikan hajat orang banyak, namun
lebih sering ditumpangi kepentingan-kepentingan yang menguntungkan beberapa
pihak. Jika dilihat dari strukturnya, maka teks anekdot di atas dapat
dijabarkan sebagai berikut:
·
Abstraksi :
Di suatu kelas tengah berlangsung
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Terlihat sang guru tengah menerangkan
dengan semangat.
·
Orientasi :
“Seperti yang dulu pernah diterangkan
sewaktu SMP, Undang-Undang Dasar kita telah berubah beberapa kali mengikuti
kondisi masyarakat Indonesia di zamannya. Namun, meski begitu, UUD 1945 tetap
menjadi acuan semua peraturan yang berlaku di Indonesia dari dulu hingga
sekarang. Dengan kata lain, semua peraturan di Indonesia diatur dalam UUD
1945.”, sang guru memandang ke sekeliling kelas, nampak seorang murid tertidur
di bangku belakang.
·
Krisis :
Saya tidak tahu pak tentang perubahan
UUD.”,jawabnya asal. “Tapi saya bisa jelaskan mengapa semua peraturan diatur
dalam UUD.”
·
Reaksi :
“Maksud kamu, coba jelaskan!”
·
Koda :
“Kenapa semua peraturan diatur dalam
UUD ya karena semua peraturan di Indonesia UUD alias ujung-ujungnya duit.”
Sontak suasana kelas pun menjadi ramai. Seluruh penghuni kelas tersebut, tak
terkecuali sang guru tertawa mendengar celetukan Tono.